Bromo Club
Ditahun kedua, dirumah sepi tanpa bulek, saya punya banyak waktu luang.
Suatu malam saya bertandang ke rumah P. Suparno, guru sejarah, maksudnya mau ngobrol2 aja. Sebelah rumah P. Suparno adalah rumah P. Suwito bapaknya Ucik, adik kelas. Cukup banyak anak2 muda kumpul2 dirumah itu.
Waktu saya nanya ke Ucik keesokan harinya, dia bilang bahwa dirumahnya memang tempat kumpulnya anggota Bromo Conversation Club – BCC. Ucik memberi saran agar saya bisa ikut BCC.
Saya diperkenalkan oleh Ucik ke Bapaknya, akhirnya saya diterima di BCC.
Ketika saya amati, wajah Ucik ini, rasanya kok mirip si MdM itu ya? (hey....)
Antara berani dan ragu-ragu saya ingin mendekati dia. Tapi ragu-ragunya itu yang lebih besar. Apalagi bu Wito sudah member isyarat “boleh” tapi jangan dengan Uci, boleh dengan adiknya. Wah batal deh, apalagi wajah MdM seolah masih menyandera perasaan saya.
Setiap Rabu malam di rumah P. Suwito, acaranya rutin ngobrol tapi gak boleh bahasa lain kecuali Inggris. Setiap tiga bulan sekali, bersama-sama dengan rombongan dari Dinas Pariwisata Probolinggo, kami diajak ke Gunung Bromo, berlatih menjadi guide gratis, memandu turis2 yang datang kesana. Mereka suka naik puncak bromo tengah malam yang dinginnya ampun2, sampai badan ini menggigil dan gigi gemerutug, baju yang kami kenakan sudah 4 lapis tapi dinginnya masih menusuk tulang rasanya.
Turis itu jauh2 datang dari negaranya lewat bali. hanya ingin melihat sunrise di pagi hari.
Begitu matahari muncul dengan rona kuning kemerahan, meraka berteriak dan membuka minuman yang sudah mereka siapkan Wine, mereka bersulang. Kami diberi wine sedikit di cangkir - bekas kopi tadi malam. Wah hangat rasanya di tenggorokan.
Acara ke gunung bromo, adalah kegiatan rutin, sayang kalu terlewatkan. Gunung Bromo adalah kebanggaan kami, karena kalderanya nomor dua terbaik didunia setelah kaldera yang ada di Yunani. Panorama dengan hamparan laut pasirnya sungguh menawan hati siapa saja yang melihatnya. Sungguh karunia Tuhan yang sangat mempesona.
Di saat ada acara Kasodo, laut pasir ini dipenuhi oleh manusia, bukan saja datang dari wilayah Probolinggo, tapi meraka datang dari segala penjuru tanah air bahkan manca negara. Ditengah dinginnya udara bromo disertai bau belerang yang menyengat hidung, dengan semangat, mereka menaiki tangga menuju kawah, melihat acara pelemparan ternak dan buah2 bahkan uang ketengah kawah. Sementara dibawah terlihat beberapa orang-penduduk setempat, berlarian mengejar barang yang dilempar itu tanpa takut terjatuh ketengah kawah, ngeri dan kagum.
Turun dari kawah, pemandangan lain menunggu, masih dilautan pasir, sebuah acara penobatan pemimpin adat baru mereka sebut Dukun, sedang dilaksanakan. Satu persatu mereka dilantik, setelah mereka dinyatakan lulus dari seleksi ala mereka sendiri.
Sepanjang jalan pulang mulai dari Cemoro lawang sampai Ngadisari dipadati manusia untuk kembali ke rutinitas dan habitat masing-masing
Posting Komentar