Hiruk pikuk mahasiswa baru

Menuju Bogor dari Bandung memerlukan sedikit tenaga extra, mengingat bawaan berupa koper besar- tanpa roda, ditimpali suasana gerimis. Bis melewati puncak, berhenti di Termial Baranang Siang.
Dengan sok yakin, kami berdua naik bemo ke Pasar Bogor. Begitu bemo berhenti, baru kami nanya
“Kalau ke Jl Bangka naik apa ya bang?’
“Waduh neng, dibawah terminal tadi itu jalan Bangka, tinggal jalan aja saetik” kata tukang bemo
Kami berdua cekikikan, makanya, malu bertanya sesat dijalan ya ini nih he he
Karena tadinya kami berpikir banyak bertanya malu-maluin.
Mas heru kenalan Pak lek, yang tadinya tinggal di jalan Bangka no7 ini sudah pindah entah kemana, untungnya bu Marno pemilik rumah itu baik hati, kami dipersilahkan istirahat  di kamar kost yang kosong tapi sudah di booking, dan belum ditempati penghuninya.
Keesokan harinya kami pamit dan menuju ke daerah Pasir Kuda- sekitar wilayah gunung Batu menuju Ciomas.
Hari pertama kami awali dengan mendatangi kampus, sesuai jadwal undangan, kami harus datang dan menyerahkan semua persyaratan yang diperlukan, rapor asli, ijazah asli dan bukti transfer asli via pos sebesar Rp. 15.000 – lima belas ribu rupiah saja.
Saya baru tahu kemudian ternyata inilah awal pertama kalinya  IPB memulai program baru dengan mngundang seribu lebih calon mahasiswa yang diambil dari siswa2 SMA negeri dan swasta  terbaik seluruh Indonesia tanpa tes. Program tanpa tes masuk ini, kelak diadopsi oleh perguruan-tinggi2 negeri lain di Indonesia
Saya masuk sebagai Angkatan 14 kebetulan sama dengan angkatan masuk SMAN Probolinggo. Nomor mahasiswa saya adalah 140009 sedangkan temen2 satu SMA ada 7 orang, nomornya berdekatan dengan nomor saya.
Rektor IPB waktu itu Prof. Dr. Ir. AM Satari, setahun kemudian digantikan oleh Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution.
Mulailah kami dengan kehidupan baru dikota yang asing ini buat kami. Cuaca mendung dan hujan setiap hari-makanya kota ini di kenal sebagai kota hujan. Dari rumah kost ke kampus baranangsiang cukup jauh, jalan kaki dulu sekitar 1 km, kemudian naik angkot dan disambung dengan bemo dari jembatan merah.
Mencuci baju sendiri sebetulnya biasa saja, tapi yang jadi masalah adalah gak ada sinar matahari. Baju nggak kering, bau apek. Kemudian timbul ide, belilah kurungan/sangkar ayam yang agak besar, lampu petromak dinyalahain ditempatkan ditengah sangkar ayam, baju dan celana yg habis dicuci diletakkan diatas kurungan itu. Hasilnya lumayan, dari pada nunggu matahari yang gak jelas kapan munculnya.
Kami sering terlambat masuk kuliah matrikulasi, sebuah istilah yang artinya kuliah pendahuluan untuk menyamakan mata pelajaran Matematika, sambil menunggu mahasiswa baru dari jalur Saringan Ujian Masuk. Kesulitan kami, selain karena  lokasi kos jauh  juga masalah bemo yang lelet- maju mundur pantang terus. Sebulan kemudian kami ber 5 sepakat untuk kost bareng didaerah Babakan Peundey - Bapens , lokasinya tidak jauh dari kampus baranangsiang, kalau pergi kuliah cukup jalan kaki.

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

RINGKASAN TULISAN

Kisah dalam Blog ini saya mulai dari saat kecil saya. Peristiwa yang tidak bisa saya lupakan adalah hujan abu, ketika gunung agung di Bali meletus, ini membuat desa saya selama 3 hari 3 malam serasa malam, karena gelap terus sepanjang hari. Peristiwa G-30-S PKI adalah peristiwa berikutnya yg pernah saya alami dan terasa miris dan memilukan.

Sekolah SMP saya letaknya disebelah barat lapangan besaran. Luasnya hampir dua kali lapangan sepak bola. Di sebelah barat lapangan itu ada bangunan tua, bekas rumah atau kantor pejabat pemerintah Hindia belanda. Disana bangunan SMP saya itu berada.

Siswi baru itu ternyata pindahan dari sekolah lain. Sopan dalam bicara, santun dalam bersikap. Putih bersih kulitnya. Teman saya memberi julukan si Mutiara dari Masamba. Di bagian ini saya curahkan betapa cinta itu memberi energi yang luar biasa.

Dibagian cerita ini, saya merasakan begitu bahagia. Masa SMA adalah masa terindah. Agaknya saya berbeda dengan yang lain, karena di saat ini biasanya cinta itu tumbuh. Namun saya merasakan keberhasilan yang lain selain cinta. Bagi saya, cinta itu masih melekat dari masa sebelum ini.

Jatuh dan bangun dalam kehidupan saya rasakan disini. Sampai saya punya pendangan bahwa kebanggaan saya bukan karena tidak pernah gagal, tapi kebanggaan saya adalah bagaimana bisa bangkit setiap kali jatuh.

Adalah tulisan Prof. Andi Hakim Nasution, intinya menceriterakan bahwa di IPB ternyata tidak sedikit anak yang gak mampu dalam segi biaya seperti saya. Tulisan ini dikutip dari Majalah TEMPO 24 Januari 1976.

Adalah kumpulan kata mutiara cinta, ada sekitar 105 pasal. Anda dapat menambahkan kata mutiara cinta milik anda disini, kalau pengin lihat hasilnya Klik disini.

Blogger Template by Blogcrowds