Anugerah
Memasuki tahun ketiga, persaingan terasa semakin mencekam, masing-masing bintang kelas meningkatkan semangat belajarnya. Agus saya lihat, tangannya nggak pernah lepas dari buku, Mukhtanto mengerjakan habis seluruh soal2 latihan dari buku kimia karangan Pater Peperzaak yang terkenal itu..
Saya terpengaruh juga, sambil menghayati nasihat dari P. Astomo dan resep belajar dari Bu Yit itu, saya siap menjajal ilmu di medan peperangan ini, he he he.
Meskipun saya berniat mengurangi kegiatan di luar jam sekolah, namun sekolah saya masih memerintahkan saya untuk mengikuti acara diluar sekolah
Saya harus mengikuti kegiatan berupa test, semacam tes umum. Dari SMAN hanya saya yang diundang, sementara peserta yang lain adalah utusan dari sekolah menengah tingkat atas seluruh kota Probolinggo. Ada SMEA, SPMA, STM, SPG, SMAK Materdei, SGO, PGA dan lain-lain. Acara test ini ditempatkan disalah satu ruang di Balaikota Probolinggo.
Pertanyaannya meliputi pengetahuan dasar, pengetahuan umum yang berkaitan dengan masalah-masalah yang aktual saat itu dan bahasa Inggris. Selain itu panitia juga menanyakan apa saja kegiatan saya diluar jam pelajaran sekolah.
Saya sampaikan apa adanya mulai dari kegiatan Karate, Pramuka, BCC, Gerak Jalan Tradisionil, bersepeda Sepak Bola, yang terakhir Paskibra itu.
Saya tidak pernah sekalipun menceritakan test ini kepada teman. Masalahnya saya khawatir kalau tidak berhasil malah jadi bahan omongan yang nggak enak dan saya juga nggak berharap apapun mengingat yang datang itu pinter2, ngomongnya jago2, kelihatannya mereka memang wakil terbaik dari sekolah masing2.
Suatu sore, beberapa minggu setelah acara itu saya diberi tahu oleh ketua OSIS Boedhy Arisunu, bahwa saya terpilih sebagai pelajar teladan tingkat kota Probolinggo, dia mengetahui dari pembicaraan beberapa guru disekolah. Alhamdulillah
Saya kaget bercampur bahagia karena nggak sangka, semua peserta tes2 itu pinter, ternyata berkat rahmat dari Allah saya bisa memenangkannya
Penyerahan hadiah berupa Tabanas dan Piagam penghargaan diserahkan langsung oleh Walikota Probolinggo Bp. Drs. Harto Haryono, pada tanggal 9 Agustus 1976.
Dalam keadaan bahagia itu terlintas wajah Bapak, ibu dan saudara2 di kampung. Saya bersyukur bahwa meskipun anaknya seorang carik desa yang jauh dari kota, Alhamdulillah saya bisa meraih Predikat Pelajar Teladan se kota Probolinggo - sesuatu yang tidak mudah diperoleh.
Rupanya acara penyerahan penghargaan tersebut diliput oleh wartawan2, berselang hari kemudian muncullah wajah saya diberbagai media baik di Probolinggo maupun Surabaya. Gambar itu saya gunting, saya tempatkan di album khusus dan beritanya saya kliping.
Saya ingin tunjukkan itu ke MdM, tapi bagaimana caranya ?, surat2 yg saya kirim sudah tidak pernah dibalas, saya kehilangan jejak bahkan sampai detik ini.
Jujur saya berharap, ada suasana seperti saat saya sanggup menyelesaikan soal didepan kelas, waktu di SMP dulu. Ketika selesai dan berhasil, ada yang senyum dan menunjukkan jempolnya dan saya tergila-gila karena itu. Disini tidak ada, saya merasa sepi, meskipun memang menjadi pembicaraan teman2 maupun adik2 kelas, tapi tidak ada suasana yang menggugah hati seperti dulu itu.
Orang pertama setelah orang tua, yang ingin saya kabari adalah MdM, tapi sulit, jauh sekali... alangkah bahagianya seandainya dia ada disini...ahhh..
Ada perasaan yang mengganjal di hati ini, tatkala saya berpikir tentang seorang teman wanita. Pertama saya masih berharap bahwa suatu saat nanti, saya akan ketemu lagi dengan sang mutiara itu, dengan begitu saya bisa menahan dan terus bersabar.
Di perasaan lain saya minder, saya hanya anaknya seorang carik desa, kalau toh bisa saya dekati, saya khawatir tidak mampu membahagiakan secara materi
Beruntungnya, teman dekat gerombolan saya, Agus, Rudy dan Yoyok semuanya sedang puasa pacaran atau belum ketemu pacar ?, nggak jelas, jadilah kami membuat club namanya jojoba, jomblo jomblo bahagia … he he he
Mendekati ujian akhir SMA, kami semakin rajin kumpul2, belajar apa nggak, yang penting pul kumpul.
Saat belajar menjelang ujian itu, ada satu teman Suyadi – yang dulu ikut ke Denpasar naik sepeda itu, menghilang, tidak masuk sekolah sudah 3 hari. Kami datangi ke rumahnya, seisi rumah geleng2 kepala, entah kemana dia pergi. Kasihan, ujian sudah dekat tapi kami nggak tahu dimana rimbanya.
Tiba2 disuatu malam ketika kami lagi asyik belajar dirumah Bu Yit, dia datang bawa ransel panjang, mirip guling.
“Dari mana saja kamu heh?, pergi gak bilang2 “ kata Rudy nggak sabar
“Iya aku lagi usaha cari bantuan keuangan agar bisa ikut ujian, tapi alhamdulillah sudah dapet” kata dia sambil cari tempat duduk. Akhirnya kami ajak dia belajar bersama.
Posting Komentar