Tangan Tuhan lewat keluarga Om Adi
Dorongan semangat dari kata-kata itu, bahwa kebanggaan hidup ini adalah bagaimana bangkit setiap kali jatuh,.....menjadi kunci buat saya.
Untungnya lagi, saya masih ada simpanan buat beberapa bulan kedepan, baju-dan barang berharga yang pernah saya beli dulu masih saya rawat dengan baik, suatu saat, kalau harus dijual dipasar loak Bogor, saya sudah siap menjualnya, menjadi milik orang lain
Saya tidak keberatan demi sesuap nasi, segenggam asa.
Hujan rintik-rintik mulai turun ketika saya memasuki halaman Markas, di atas meja telpon tergeletak secarik kertas ada tulisan pensil, beritanya Rudy dirawat dirumah sakit PMI Bogor karena usus buntu.
Sehabis Sholat Ashar, saya segera bergegas kesana,
“Hampir saja terlambat karena sudah parah” kata perawatnya
Dokter yang merawat dan Saudara2 Rudy akhirnya sepakat dipindah ke rumah sakit di Bandung.
Beberapa hari kemudian, setelah dia sembuh saya diajak ngobrol di rumah kos baru dia di daerah Kedung Halang Talang Bogor.
Cerita punya cerita Dr Adi Rohmat yang ikut merawat di PMI itu, adalah masih kerabatnya dari keluarga Ibunya, walhasil, dia disuruh tinggal di Kedung haling rumah Dr. Adi ini.
Kami manggilnya Om Adi, seperti Rudy memanggil beliau.
Pak Budi adik beliau, punya peternakan ayam di Ciawi dan Farm Managernya sedang cuti sakit, jadi farm ini kosong nggak ada pengawasnya.
Mula2 Rudy ditawarin disana karena dia juga mahasiswa fakultas peternakan cocok ilmunya.
“Terima kasih Om, saya dipercaya untuk mengawasi disana, tapi ada orang yang lebih membutuhkan daripada saya” kata Rudy sambil menyebut nama saya
“Coba tanyain ke dia apakah dia mau?, atau suruh aja dia kesini” kata om Adi waktu itu
Saat kedatangan itulah saya ditanya langsung oleh Om Adi, tanpa pikir panjang, namanya rezeki saya terima dengan senang hati dan saya mengucapkan terima kasih yang tulus.
Alhamdulillah lagi-lagi Allah hadir mengulurkan tangan lewat Om Adi, saat saya pasrah tidak tahu apa yang harus saya lakukan.
Desa Banjarsari Ciawi Bogor, disanalah CV Broleka berada, terletak di kaki gunung Pangrango, hawanya sejuk pemandangannya indah.
Nampak terlihat - nun diatas sana, di desa Tapos, ada bangunan peternakan dan ladang pengembalaan milik presiden Soeharto yang sangat dibanggakan itu.
Dari farm ini ke kampus kampus baranang siang jauhnya sekitar 25 km ditempuh dengan naik angkot sekitar 30 menit. Disanalah saya harus tinggal.
Ada Mang Udin, Soleh, Misbach dan Unuk sebagai crew kandang, serta pak Masin penjaga keamanan. Mereka kerja siang hari kecuali ada vaksinasi. Hanya Mang Udin yang tinggal dibagian belakang peternakan ini, yang lain tinggal di kampung belakang farm, sementara Pak Masin menjaga malam sampai pagi tiba.
Selesai Sertijab-Serah terima jabatan di Markas Menwa, saya bawa barang dan buku2 pindah kemari, rumah dinas yang disediakan ini akhirnya boleh saya tinggali sendirian setelah Mang Jaja, Farm Manager yang dulu, mengundurkan diri.
Bangun pagi cek ke kandang, apakah air minum dan pakan untuk ayam sudah beres, kemudian cek ke gudang untuk persediaan pakan apakah cukup sampai minggu ini.
Catat informasi yang diperlukan, berangkat kuliah sambil lapor ke boss di Fakultas Peternakan, kantor beliau.
Kegiatan rutin di kandang ayam broiler ini sudah mirip industry, ada 8 unit kandang yang secara sistematis diisi anak ayam (DOC) setiap minggu.
Umur ayam yang dipelihara sejak kecil sampai dijual adalah 6 minggu, dengan demikian setiap minggu ada ayam yang keluar untuk dijual dan ada DOC yang masuk.
Satu kandang dibersihkan dan diistirahatkan satu minggu.
Jadi selain ada jadwal rutin harian ada jadwal rutin mingguan. Membersihkan kandang dari litter dan kotoran, menyiram dengan desinfektan, menyiapkan pemanas, memasukkan DOC ke kandang sambil divaksinasi, adalah kegiatan rutin mingguan.
Sedangkan rutin bulanan adalah gajian dan saya ikutan mendapat gaji tersebut.
Jadwal harian nggak ada masalah, kadang kadang yang bentrok dengan jadwal kuliah adalah jadwal mingguan. Dengan Cuma empat karyawan plus populasi ayam 30.000 ekor, kadang2 keteter juga, terpaksalah Farm Manager sementara ini turun tangan.
Apalagi jika akan ada ujian, tangan kiri membawa sekop untuk membersihkan kotoran ayam, tangan kanan bawa catatan kuliah yang akan diujikan. Repot memang, tapi Alhamdulillah yang penting saya nggak kesulitan makan dan tempat tinggal.
Begitu juga vaksinasi DOC, satu persatu anak ayam dipegang kemudian divaksinasi dengan cara tetes mata. Lima ribu ekor dipegang dan ditetesi, ini bisa menghabiskan waktu sampai berjam-jam, selesai tengah malam, tiap minggu rutin.
Lama-lama tenaga dan waktu terkuras juga rasanya, kalau ini saya biarkan bisa fatal. Kesempatan saya kuliah tinggal sekali ini saja. Jika gagal lagi, tidak ada ampun harus DO, keluar dari IPB tanpa gelar. Ih ngeri sekali, takut saya membayangkan. Apa akal?
Saya krim surat ke orang tua di Wonorejo panjang lebar, akhirnya pada kesimpulan, adik saya yang no 4 Anang namanya baru lulus SMA, diperbantukan ke Ciawi sambil membawa seorang pembantu.
Kedatangan mereka dapat memecahkan masalah, paling tidak, saya bisa makan tanpa masak sendiri, cuci baju beres dan yang penting farm ini ada yang jaga dan ada yang bantu bersihkan kandang, Beres.
Saya bisa konsentrasi belajar lagi sambil membenahi akunting farm. Dari sinilah saya bisa mempraktekkan system akuntansi yang berlaku di perusahaan peternakan, sebagaimana ilmu yang saya dapatkan di bangku kuliah.
Ditempat yang sunyi dan sejuk ini membuat temen pada senang berkunjung kemari, Uyun, Anto dan Hery sering ngumpul bahkan berhari-hari disini. Saya senang juga karena ada teman belajar.
Grup lain yang sering kumpul disini adalah Joko dan Wisnu dengan VW kodok warna biru itu. Wisnu yang ayahnya kerja di BRI itu tinggal di Yogya, suatu ketika dengan VWnya kami berlibur kesana bertiga.
Bulan demi bulan berjalan dengan damainya, waktu itu, saya sarankan agar adik saya mau kuliah, dia setuju dan mulailah dia menjadi Mahasiswa di Universita Pakuan Bogor dengan bangganya, mengiringi saya naik tingkat IV dengan IP kembali dua koma Alhamdulillah.
Namanya resiko usaha, rupanya bisa terjadi dalam usaha apa saja, tidak terkecuali dibidang peternakan ayam broiler ini.
Pulang dari kuliah saya dikejutkan oleh laporan adik saya bahwa mulai tadi siang banyak ayam yang mati dan sudah dilaporkan ke P. Budi oleh adik saya lewat telpon.
Beberapa orang dokter hewan didatangkan, ternyata memang lagi ada wabah penyakit Gumboro dan Coccidiosis bersamaan.
Penyakit Gumboro disebabkan oleh virus yang menyerang kekebalan, tubuh ayam jadi lemah. Saat bersamaan ada serangan penyakit coccidiosis, virus yang menyerang lambung ayam. Ayam yang terserang penyakit ini, tiba tiba meloncat tegak lurus keatas dan brugg jatuh, langsung mati dan ketika dibedah, lambungnya penuh dangan darah segar.
Penyebaran kedua penyakit ini lewat udara dan sangat cepat.
Tindakan yang dilakukan adalah membakar bangkai ayam yang mati dan menguburkan ditempat yang agak jauh. Sementara yang masih hidup dan bisa dijual, dijual segera.
management memutuskan bahwa farm dikosongkan sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.
Posting Komentar